KILAS BALIK DAN RANGKAIAN ACARa SATU ABAD AL-MASTHURIYAH

By Anis Abdullah 25 Jun 2020, 16:11:02 WIB KILAS BALIK DAN RANGKAIAN ACARa SATU ABAD AL-MASTHURIYAH

K.H. Masthuro dilahirkan pada tahun 1901 di Kampung Cikaroya, sebuah kampung yang bertetangga dengan Kampung Tipar tempat Al-Masthuriyah kini berada. Ayahnya bernama Amsol yang kesehariannya bertugas sebagai Amil atau Lebe yang mengurusi masalah keagamaan di desa. Bapak Amsol adalah nama samaran dari Asror. Beliau menggunakan nama samaran itu untuk menghindar dari kejaran Belanda. Karena tidak mau tunduk ke penjajah, ia melarikan diri dari Kuningan ke Bogor yang kemudian memperoleh istri dari Cimande Bogor yang bernama Ibu Eswi.

Dalam hal pendidikan keagamaan, sebagaimana kebiasaan masyarakat pedesaan pada masa itu, K.H. Masthuro memulai kegiatan mencari ilmunya dengan belajar membaca Al-Quran yang dimulai pada saat berusia enam tahun, yaitu pada tahun 1907. Guru pertamanya dalam membaca Al-Quran adalah Ayahnya sendiri, Bapak Amsol. Kemudian pada tahun 1909 di usianya yang kedelapan, ia pergi menuntut ilmu di Pesantren Cibalung, Desa Talaga, Kecamatan Cibadak, Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Asyari. Di Pesantren ini K.H. Masthuro selain memperdalam penguasaan membaca Al-Quran, juga mulai mempelajari kitab-kitab kuning. Di sinilah pertama kali ia mengenal kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan di banyak pesantren hingga sekarang.

Pada tahun 1911, K.H. Masthuro masuk sekolah kelas II di Rambay Cisaat. Pada tahun 1914, setelah tiga tahun belajar di sekolah ini, ia berhasil lulus dengan memperoleh ijazah. Selain belajar di Rambay, ia juga mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Tipar Kulon yang dipimpin oleh K.H. Kartobi. Di pesantren ini, ia memperdalam kembali apa yang pernah diperolehnya di Pesantren Cibalung. Selepas menamatkan pendidikannya di sekolah di Rambay, K.H. Masthuro kembali menjelajah dunia pesantren. Pada tahun 1914, ia kembali mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Babakan Kaum Cicurug, Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Hasan Basri.

Pada masa yang sama, K.H. Masthuro juga ikut mengaji di Pesantren Karang Sirna Cicurug yang dipimpin oleh K.H. Muhammad Kurdi. Jarak yang tidak begitu jauh dari pesantren tempat ia tinggal, memungkinkannya untuk mengaji di dua pesantren pada saat yang bersamaan. Di pesantren ini, seperti juga di pesantren-pesantren lainnya, K.H. Masthuro mempelajari kitab-kitab kuning terutama yang belum dipelajarinya. Di dua pesantren di atas, K.H. Masthuro hanya mengaji selama satu tahun saja. Pada tahun berikutnya, 1915, K.H. Masthuro mengaji kitab-kitab di pesantren Paledang Cimahi Cibadak Sukabumi pimpinan K.H. Ghazali.

Masih di tahun yang sama, yaitu 1915, K.H. Masthuro berpindah ke Pesantren Sukamantri Cisaat yang diasuh dan dipimpin oleh K.H. Muhammad Sidiq. Pada tahun 1916, ia mempelajari kitab-kitab di Pesantren Pintuhek, Sukabumi, yang dipimpin oleh K.H. Munajat. Kemudian pada tahun 1918, K.H. Masthuro mengaji kitab-kitab di Pesantren. Pesantren Al-Masthuriyah atau ‘pasantren Tipar’ julukan dari masyarakat sekitar– berdiri sejak tahun 1920 di Kampung Tipar, Desa Cibolangkaler (dulu Desa Cibungaok, kemudian Desa Cimahi), Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi (7 km arah barat kota Sukabumi).

 

Pada 9 Rabiul Akhir 1338 H, bertepatan dengan 1 Januari 1920, KH. Masthuro mulai mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Ahmadiyah yang merupakan cabang dari Madrasah Ahmadiyah Sukabumi. Nama Ahmadiyah dipilihnya karena beliau adalah lulusan Madrasah Ahmadiyah Sukabumi dan tidak ada hubungannya dengan nama sebuah aliran dalam Islam.  

Pada tahun 1941, KH. Masthuro mulai mengelola Madrasah dan pesantrennya secara mandiri dan terpisah dari status cabangnya. Nama pun diubahnya menjadi Sekolah Agama Sirojul Athfal. Walaupun dari istilahnya Siroj berarti lampu dan athfal berarti anak laki-laki. Kemudian, atas saran dan hasil musyawarah pada tahun 1950 dibentuklah sebuah lembaga baru, dengan nama Sekolah Agama Sirojul Banat. Hal tersebut memungkinkan diterimanya santri perempuan untuk belajar di pesantren ini.

 

Perkembangan selanjutnya, secara berturut-turut, KH. Masthuro mendirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal/Banat pada tahun 1967 dan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal/Banat pada 1968. Pada tahun ini pula, tepatnya tanggal 27 Rajab, KH. Masthuro menghadap Ilahi dan meninggalkan lembaga rintisannya yang kini sudah besar dan sudah menebarkan alumninya ke berbagai penjuru daerah di Indonesia, bahkan sudah sampai ke negeri yang jauh

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

Video Terbaru

View All Video